Kebijakan HGU 190 Tahun di IKN: Solusi atau Masalah Baru?

Oleh: Agusto Sulistio

Presiden Jokowi mengumumkan pemberian hak guna usaha (HGU) lahan hingga 190 tahun di Ibu Kota Nusantara (IKN) untuk menarik investasi besar dari dalam dan luar negeri. Namun, kebijakan ini menuai kritik dan menimbulkan pertanyaan besar tentang relevansi dan dampak jangka panjangnya.

Kebijakan HGU 190 tahun diharapkan memberikan kepastian bagi investor. Namun, faktor utama yang mempengaruhi minat investasi adalah stabilitas politik, kepastian hukum, dan iklim usaha yang kondusif. Indonesia masih menghadapi tantangan besar seperti korupsi, birokrasi yang rumit, dan ketidakpastian hukum. Tanpa perbaikan mendasar, kebijakan HGU yang panjang tidak akan cukup menarik investor besar.

Dampak Lingkungan dan Sosial

Kebijakan ini berpotensi meningkatkan deforestasi dan merusak ekosistem lokal. Di IKN, yang sebagian besar berada di tanah masyarakat adat, pemberian HGU jangka panjang bisa memicu konflik agraria dan merugikan masyarakat lokal. Tanah yang dikuasai investor besar untuk jangka waktu lama mengurangi akses dan hak masyarakat adat yang bergantung pada tanah tersebut.

Memberikan HGU hingga 190 tahun menciptakan beban bagi pemerintahan di masa depan. Kebijakan ini berpotensi menjadi “bom waktu” yang harus dihadapi presiden berikutnya, terutama jika investasi yang diharapkan tidak terealisasi sesuai rencana. Pemerintah masa depan harus menanggung konsekuensi dari keputusan ini, baik dari segi kebijakan tanah maupun dampak sosial dan ekonomi.

IKN saat ini masih dalam tahap awal pembangunan dan belum memiliki infrastruktur serta jumlah penduduk yang signifikan. Investasi infrastruktur publik memerlukan basis penduduk besar untuk menjadi menguntungkan. Dengan jumlah penduduk yang diperkirakan belum mencapai lima juta dalam 10 tahun pertama, sulit melihat bagaimana investasi besar dapat segera menguntungkan. Kebijakan HGU 190 tahun tampak prematur dan tidak berdasarkan perhitungan realistis.

Negara-negara yang berhasil menarik investasi besar biasanya menawarkan lebih dari sekadar kepastian jangka waktu hak atas tanah. Mereka memiliki sistem hukum kuat, birokrasi efisien, dan regulasi yang mendukung inovasi serta perlindungan lingkungan yang ketat. Misalnya, Singapura dikenal sebagai hub bisnis internasional karena insentif fiskal, regulasi jelas, dan birokrasi efisien.

Indonesia, dengan Indeks Persepsi Korupsi yang rendah, menunjukkan bahwa masalah utama adalah governance daripada sekadar pemberian hak atas tanah jangka panjang.

Kebijakan HGU 190 tahun di IKN tampak tidak relevan dan bermasalah. Fokus seharusnya diarahkan pada perbaikan iklim usaha, peningkatan kepastian hukum, dan penyederhanaan birokrasi. Perhatian terhadap dampak lingkungan dan sosial harus menjadi prioritas untuk menghindari konflik agraria dan kerusakan ekosistem. Tanpa perbaikan pada aspek-aspek mendasar ini, kebijakan HGU 190 tahun hanya akan menjadi solusi sementara yang tidak menyentuh akar masalah dan menimbulkan lebih banyak masalah di masa depan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *