Dalam Injil Yohanes pasal 8, Yesus terlibat dalam percakapan yang intens dengan orang-orang Farisi dan orang-orang Yahudi lainnya yang menolak untuk percaya kepada-Nya. Salah satu bagian yang paling menonjol dalam dialog ini adalah ketika Yesus dengan tegas menyatakan, “Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu itu” (Yohanes 8:44). Pernyataan ini menyingkapkan sebuah realitas spiritual yang mendalam tentang hubungan manusia dengan dosa dan kebenaran.
Konteks Yohanes Pasal 8
Pasal ini dimulai dengan kisah perempuan yang kedapatan berzina (Yohanes 8:1-11). Yesus menunjukkan kasih dan pengampunan kepada perempuan itu, namun juga menekankan pertobatan: “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi” (ayat 11). Ini menggambarkan karakter Yesus sebagai pembawa kasih karunia, tetapi sekaligus kebenaran yang tidak dapat dikompromikan.
Di sepanjang pasal ini, Yesus mengklaim otoritas-Nya sebagai Anak Allah, terang dunia, dan pembawa kebenaran. Namun, klaim ini mendapat perlawanan keras dari para pemimpin agama yang tidak menerima Yesus sebagai Mesias. Mereka mengandalkan garis keturunan Abraham sebagai dasar identitas mereka, tetapi Yesus menantang mereka dengan mengatakan bahwa menjadi keturunan Abraham bukan hanya soal darah, melainkan soal perbuatan yang sesuai dengan iman Abraham (ayat 39).
Iblis sebagai Bapa Dosa
Dalam Yohanes 8:44, Yesus mengungkapkan sifat dasar manusia yang hidup di bawah kuasa dosa:
“Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan keinginan-keinginan bapamu itu. Ia adalah pembunuh manusia sejak semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala dusta.”
Yesus menggunakan metafora “bapa” untuk menunjukkan bahwa manusia yang hidup dalam dosa sebenarnya tunduk kepada pengaruh dan kehendak Iblis. Tiga sifat utama Iblis yang diungkapkan dalam ayat ini adalah:
- Pembunuh Sejak Semula
Iblis adalah sumber dari kejahatan yang menyebabkan kehancuran manusia sejak awal penciptaan. Dalam Kejadian 3, ia menggoda Hawa untuk melanggar perintah Allah, yang pada akhirnya membawa kematian rohani dan fisik bagi umat manusia. - Tidak Hidup dalam Kebenaran
Kebenaran adalah sifat Allah, tetapi Iblis menolak dan melawan kebenaran itu. Ia menciptakan ilusi dan kebohongan untuk menjauhkan manusia dari terang Allah. - Bapa Segala Dusta
Segala kebohongan berasal dari Iblis, dan ia menggunakan tipu daya untuk memutarbalikkan kebenaran Allah. Setiap dosa adalah hasil dari kebohongan bahwa manusia dapat hidup terpisah dari Allah.
Pilihan Manusia: Mengikuti Allah atau Iblis
Dalam Yohanes 8, Yesus mengundang manusia untuk memilih: hidup dalam kebenaran yang memerdekakan atau tetap terjebak dalam dosa yang diperbudak oleh Iblis. Yesus berkata, “Jika Anak itu memerdekakan kamu, kamu pun benar-benar merdeka” (Yohanes 8:36).
Orang-orang Farisi, meskipun secara lahiriah tampak religius, menunjukkan bahwa mereka masih terikat dosa karena mereka menolak untuk menerima Yesus sebagai kebenaran. Hal ini menunjukkan bahwa dosa bukan hanya tindakan moral yang salah, tetapi juga sikap hati yang menolak Allah.