Dirut PT.PP Takut Ditangkap? Sejak Awal Kami Minta Audit Forensik

Jokowi

Foto: Agusto Sulistio / Ist

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang dan deposito senilai Rp62 miliar dalam penyidikan dugaan korupsi di divisi EPC PT Pembangunan Perumahan (PT PP) tahun 2022-2023. Langkah ini sejalan dengan amanah undang-undang serta arahan Presiden Prabowo dalam pidato perdananya terkait penegakan hukum dan pemberantasan KKN. Meski demikian, penyitaan ini kami menilai belum maksimal. Penulis meyakini kasus ini berpotensi lebih besar dan melibatkan oknum pejabat lain yang merugikan negara dan rakyat secara signifikan.

“Detail proyek dan sumber uangnya belum disampaikan, apakah dari penggeledahan atau pengembalian pihak terkait,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Jumat (3/1/2025). Hingga kini, KPK telah menetapkan dua tersangka, DM dan HNN, serta melarang keduanya ke luar negeri sejak 11 Desember 2024 untuk mempermudah penyidikan. Kasus ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp80 miliar.

Bagi kami penyitaan ini tidak mengagetkan. Kami telah menulis opini publik di awal 2024 mengenai dugaan kecurangan (fraud) di PT PP, terutama menjelang rencana merger dengan BUMN lain. Kecurigaan ini didasari perhitungan nilai aset dalam rangka merger yang kami nilai tidak transparan dan berpotensi merugikan negara. Maka saat itu kami mengusulkan dilakukannya audit forensik independen sesuai prinsip transparansi dan akuntabilitas, tetapi usulan tersebut kurang mendapat respons.

Kecurigaan semakin kuat ketika salah satu narasumber kami yang juga sebagai pemegang saham PT PP, yang saat itu memiliki hak mengikuti jalannya rapat RUPS dilarang masuk ke ruang acara berlangsung pada 24 April 2024 di Kantor PT.PP, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Hal serupa juga terjadi pada beberapa Wartawan yang hendak meliput dihadang petugas keamanan atas perintah pimpinan PT PP. Insiden ini mengindikasikan adanya upaya menghindari pendalaman terhadap dugaan kecurangan. Bahkan, tulisan opini kami yang sempat viral di media lokal dan mainstream saat itu (sebelum RUPS 24 April 2024) tidak mampu memicu tindakan transparan dari pihak manajemen. Jelasnya Pimpinan PT. PP tidak menjalankan perintah UU BUMN tentang perlunya transparansi publik dan akuntabilitas, serta mengabaikan perintah Presiden Prabowo terkait rule of law serta pemberantasan KKN.

Hingga kini, tuntutan pemegang saham untuk audit forensik belum terealisasi meskipun telah direspon pihak legal PT PP. Ketidakjelasan ini memunculkan pertanyaan besar, apa yang sebenarnya terjadi? Dugaan kami atas fraud di PT PP semakin kuat, terutama karena pimpinan perusahaan belum menunjukkan niat baik untuk menyelesaikan persoalan ini secara transparan.

*KPK Jangan Berhenti Pada Penyitaan Rp. 62 M*

Langkah KPK menyita uang sebesar Rp.62 milyar dari PT.PP patut diapresiasi, tetapi penyidikan perlu diperdalam. Kami menilai, jika penyidikan KPK berhenti pada penyitaan uang Rp.62 miliar, hal ini akan mencederai peran KPK sebagai lembaga yang diamanahkan negara untuk menegakkan hukum secara utuh. Proyek yang dikerjakan PT. PP Tbk melibatkan pembangunan infrastruktur nasional dengan nilai anggaran yang mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah. Dalam konteks tersebut, uang Rp. 62 miliar yang disita ini tidak sebanding jika dibandingkan dengan skala kerugian negara yang mungkin terjadi.

Penting untuk dicatat, penyelidikan dugaan korupsi ini tidak hanya menyangkut nilai uang semata, tetapi juga menyangkut integritas pembangunan nasional. Jika uang hasil korupsi dikembalikan dan dimanfaatkan untuk pembangunan, dampaknya akan jauh lebih signifikan. Namun, dalam kasus ini, jumlah yang disita tidak akan cukup untuk mendukung target pembangunan infrastruktur besar-besaran yang telah direncanakan.

Selain itu, banyak pemberitaan diberbagai sumber terkait indikasi kecurangan di perusahaan-perusahaan dibawah BUMN, salah satunya jelang awal 2024, terutama terkait rencana merger PT.PP dengan BUMN Karya lainnya. Kurangnya transparansi dalam pengelolaan aset dan pengabaian usulan audit forensik independen menjadi salah satu faktor yang memperkuat dugaan bahwa masalah di PT. PP tidak sesederhana yang terlihat.

Penyitaan Rp.62 miliar ini harus menjadi langkah awal, bukan akhir. Jika KPK hanya berhenti di sini, cita-cita pemberantasan korupsi yang diusung Presiden Prabowo akan terhambat. Transparansi dan pendalaman kasus ini mutlak diperlukan untuk memastikan tidak ada celah bagi praktek korupsi yang lebih besar di proyek-proyek strategis nasional. Dengan demikian, rakyat bisa merasakan manfaat pembangunan yang sejati, tanpa dibayangi oleh kebocoran anggaran akibat korupsi.

Penulis: Agusto Sulistio – Pegiat Sosial Media, Mantan Kepala Aksi Advokasi PIJAR era tahun 90an.

Talagabodas, Bandung, Senin 6 Juni 2025, 13:09 Wib.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *