Deklarasi KSPTMKI dan Diskusi Publik Tenaga Medis dan Kesehatan Adalah Pekerja
Deklarasi KSPTMKI agendakan Diskusi publik di Jakarta pusat
Jakarta, Kesatuan Serikat pekerja tenaga medis dan kesehatan Indonesia (KSPTMKI) yang berdiri sekitar setahun dan dideklarasikan bertempat diYLBHI dipenogoro jakarta pusat (8/9).
Dengan kesederhanaan diselenggarakan deklarasi ini dihadiri oleh KASBI, Aliansi GEBRAK , dan para mahasiswa serta Ketua YLBHI dengan jajarannya.
Selain agenda Deklarasi juga diselenggarakan diskusi publik dengan Thema
‘ Tenaga Medis dan kesehatan adalah pekerja.”
Ditempat dan waktu yang bersamaan disertai siar pers Ketua umum KSPTMKI dr .Roy Tanda Sihotang Anugrah MARS menyampaikan
reformasi membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. Salah satu perubahan yang signifikan adalah Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 yang mengubah orientasi menjadi lebih kepada pro modal agar tidak terkecuali dalam sektor kesehatan, kapital merambah masuk dalam pelayanan medis dan kesehatan mengurangi peran negara sebagai mana yang didesakkan oleh kekuatan neoliberal.
Orientasi pro modal ini sangat terlihat di era reformasi, dengan bertambahnya Institusi Pelayanan Kesehatan Swasta. Institusi layanan kesehatan yang tadinya didominasi Institusi negara seperti, Puskesmas, RS Pemerintah dan Praktek Dokter/ Tenaga Kesehatan Pribadi (seperti Bidan, dll), diganti dengan menjamurnya Klinik, RS Swasta dan Institasi layanan Sawasta lainnya sebagai symbol orientasi pro modal oleh Negara.
dr Roy menambahkan bahwa perubahan ini tidak membawa banyak kebaikan dalam aspek Tenaga Medis dan Kesehatan Nasional dalam kaitannya dengan relasi industrial terhadap Industri Kesehatan yang berkembang pesat. Selama 28 tahun era Reformasi, Tenaga Medis dan Kesehatan dihadapkan pada situasi lingkungan kerja yang sangat menyedihkan, antara lain :
1. Kontrak kerja yang tidak jelas dan seringkali dianggap sebagi Mitra yang tidak memiliki hak sebagai pekerja (termasuk dalam hal ini adalah Residen di RS Vertikal milik pemerintah)
2. Upah yang tidak layak. (termasuk untuk dokter Internship yang menopang pelayanan Kesehatan di penjuru Tanah Air)
3. Jam kerja yang tidak manusiawi (termasuk terjadi pada dokter dan dokter residen di RS Vertikal Pemerintah)
4. Tidak adanya Jaminan Kesehatan dan Kecelakaan Kerja.
5. Kebijakan cuti yang tidak jelas.
6. Ketiadaan pesangon ketika terjadi PHK.
7. Tidak adanya jaminan hari tua.
Situasi lingkungan kerja yang tidak layak ini, hampir diseluruh penjuru Tanah Air, Ungkapnya .
Kemudian lanjutnya Orientasi pro modal negara dalam aspek Industri Kesehatan yang ditandai menjamurnya RS dan Klinik Swasta serta Institusi pelayanan Kesehatan lainnya, menuntut tersedianya man power yaitu Tenaga Medis dan Kesehatan, untuk menyokong Industri Kesehatan. Menjamurnya pendirian Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan dan Institusi Pendidikan penghasil Tenaga Medis dan Kesehatan sdalah indikasi negara mendorong produksi Tenaga Medis dan Kesehatan dalam jumlah yang massif untuk menyokong Industri Kesehatan yang mana hal ini tidak didukung dengan perubahan kebijakan terkait hubungan industrial antara tenaga Medis dan Kesehatan dengan Industri Kesebatan di Indonesia terkesan mengakibatkan semakin terpuruknya situasi dan lingkungan kerja Tenaga Medis dan Kesehatan di Indonesia. Keberadaan BPJS sebagai Universal Health Insurance di Indonesia, kebijakan terkait dengan BPJS, serta bargaining position Tenaga Medis dan Kesehatan terhadap Industri Kesehatan yang lemah, semakin memperburuk situasi, keluh dr Roy.
Berbagai syarat perijinan, akreditasi dan kredensialing serta rekredensialing terhadap fasilitas kesehatan yang ditetapkan baik oleh Negara maupun BPJS mengkondisikan besarnya volume modal yang dibutuhkan untuk mendinkan fasilitas kesehatan atau menyelenggarakan suatu pelayanan kesehatan. Keadaan mi niscaya akan menyingkirkan posisi tenaga medis dan tenaga kesehatan sebagai profesional independent yang berpraktik mandiri atau memiliki fasilitas kesehatannya sendiri.
Fasilitas kesehatan dan alat-alat kesehatan adalah merupakan investasi yang padat modal sehingga sangat mengurangi kemungkinan tenaga medis atau tenaga kesehatan untuk memilikinya sendiri. Oleh karena itu serjadi proses proletarisasi yakni pemisahan pekerja medis dan kesehatan dari alat-alat produksinya. Pendek kata dalam industri kesehatan tenaga medis dan tenaga kesehatan adalah pekerja.
Pandemi Covid 19 yang terjadi di Indonesia, memperlihatkan kepada kita bersama, kekuatan dan ketangguhan Tonaga Medis dan Kesehatan d Indonesia, sekaligus mempertontonkan bobroknya Sistem Kesehatan Nasional Indonesia. Lemahnya kemampuan pencegahan, termasuk testing dan tracing serta respos adapatf terhadap lonjakan kasus, masih dapat ditutupi dengan tangguhnya Tenaga Medis dan Keschatan da Indonesia, serta bentuan elemen aparatur negara dan masyarakat sipil lainnya.
Hadirnya UU No. 17 tahun 2023 membawa sedikit angin segar dalam hal kebebasan berorganisasi bagi Tenaga Medis dan Kesehatan Indonesia, tapi sekaligus membawa dampak berupa bahaya laten bagi Tenaga Medis dan Kesehatan Indonesia. Kekurangan Tenaga Medis dan Kesehatan termasuk dokter spesialis, di Indonesia untuk menyokong ekspansi Industri Kesehatan dan investasi serta modal yang akan masuk, mengharuskan negara mendorong lagi produksi tenaga medis dan Kesehatan terlebih dokter spesialis melalui program dokter spesialis Hospital Based dan mendorong terbuka nya program studi spesialisasi yang tadinya hanya dapat dilakukan oleh Universitas Pemerintah, saat ini dapat dilakukan oleh swasta. Namun pada akhirnya peningkatan produksi tenaga medis dan tenaga kesehatan akan meningkatkan pasokan mereka, yang pada gilirannya akan menurunkan nilai (upah) tenaga medis dan tenaga kesehatan itu sendiri.
Pesat nya kemajuan Indsutri Medis dan Kesehatan dan potensi bahaya laten yang akan terjadi dengan didorongnya produksi Tenaga Medis dan Kesehatan harus di berengi dengan perubahan kebijakan Kesehatan yang pro Pekerja, Tenaga Medis dan Kesehatan. Untuk mendorong perubahan kebijakan terkait Pekerja Tenaga Medis dan Kesehatan di Indonesia, kami Tenaga Medis dan Kesehatan menyadari dibutuhkan wadah untuk mendorong hal tersebut, berupa Serikat Pekerja. Serikat Pekerja yang dirancang untuk mendorong advokasi terutama dalam hal relasi Industrial, termasuk advokasi dalam hal kebijakan terkait Pekerja, Tenaga Medis dan Kesehatan Indonesia.
Untuk inilah kita hadir bersama saaat ini, untuk mencatatkan sebuah sejarah baru, yang belum pernah sebelumnya terjadi di Republik Indonesia tercinta, mendeklarasikan bahwasanya Tenaga Medis dan Kesehatan adalah Pekerja, mendeklarasikan sebuah organisasi bernama Kesatuan Serikat Pekerja Tenaga Medis dan Kesehatan Indonesia. Sekaligus pada kesempatan ini, menyuarakan tuntutan perjuangan kami :
1. Upah layak bagi tenaga medis dan Kesehatan.
2. Jam kerja yang manusiawi bagi Tenaga Medis dan Kesehatan. (Termasuk untuk Pekerja Medis dan Kesehatan di RS Pemerintah, RS Vertikal Kemenkes maupun RSUD)
3. Kontrak kerja yang jelas, bagi Tenaga Medis dan Kesehatan. (Termasuk untuk dokter residen di RS Vertikal Kemenkes dan RS Pendidikan)
4. Jaminan Kesehatan dan Kecelakaan Kerja bagi Tenaga Medis dan Kesehatan di Indonesia.
5. Pesangon yang layak ketika terjadi PHK.
6. Jaminan Hari Tua
7. Dan hak – hak lain terkait psosi Tenaga Medis dan Kesehatan sebagai Pekerja/ Buruh, tutup
dr. Roy Tanda Anugrah Sihotang, MARS
Ketua Umum (KSPTMKI)