Antara Izin Tambang, Jokowi, dan Prabowo: Tantangan dan Resiko bagi Organisasi Keagamaan

Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed.

Baru-baru ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memulai sebuah gerakan baru yang cukup kontroversial dengan memberikan izin tambang kepada organisasi keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia. Langkah ini menimbulkan berbagai reaksi, baik positif maupun negatif, dan membuka diskusi tentang peran organisasi keagamaan dalam sektor bisnis ekonomi.

Pemberian izin tambang ini dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan organisasi keagamaan dan komunitas yang mereka wakili. Dengan memiliki sumber pendapatan tambahan dari sektor tambang, diharapkan organisasi seperti NU dapat lebih mandiri dan mampu mendanai berbagai kegiatan sosial dan keagamaan. Namun, kebijakan ini tidak lepas dari kritik dan kekhawatiran.

Pro Kontra

Mayoritas pengurus NU menyambut baik inisiatif ini. Mereka melihatnya sebagai peluang untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan mengembangkan sumber daya ekonomi yang dapat mendukung kegiatan keagamaan dan sosial. Namun, tidak sedikit yang menolak langkah ini. Penulis menekankan bahwa keterlibatan dalam bisnis tambang dapat mengalihkan fokus utama organisasi dari tugasnya sebagai benteng moral dan spiritual masyarakat.

Ada kekhawatiran bahwa NU akan menjadi rentan terhadap konflik kepentingan, korupsi, dan penyalahgunaan wewenang. Selain itu, industri tambang dikenal memiliki resiko tinggi terhadap kerusakan lingkungan, yang dapat merusak komunitas lokal yang seharusnya dilindungi oleh organisasi keagamaan.

Mewaspadai Upaya Kapitalisme dan Kartel Ekonomi di Banyak Negara

Keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor bisnis ekonomi sebagai indikasi dari strategi kapitalisme dan kartel ekonomi untuk melemahkan posisi organisasi keagamaan sebagai benteng moral masyarakat. Dengan terlibat dalam urusan bisnis, fokus dan energi yang seharusnya digunakan untuk pembinaan moral dan spiritual umat dapat teralihkan. Pengalaman dari negara lain menunjukkan bagaimana kapitalisme global memanfaatkan situasi ini untuk mencapai tujuannya.

Setelah Revolusi Islam 1979 di Iran, keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor ekonomi meningkat. Banyak yayasan yang dipimpin oleh ulama mengelola aset besar. Namun, kurangnya transparansi dan efisiensi serta tuduhan korupsi mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap ulama.

Selanjutnya, Bank Vatikan terlibat dalam beberapa skandal keuangan yang merusak reputasi Gereja Katolik sebagai institusi moral. Skandal ini membuat banyak umat kehilangan kepercayaan karena gereja terlihat lebih fokus pada urusan bisnis daripada moral dan spiritual.

Modernisasi ekonomi Arab Saudi di bawah Vision 2030 melibatkan ulama dalam mendukung proyek-proyek ekonomi. Ironisnya hal ini justru menimbulkan kritik bahwa ulama lebih fokus pada bisnis daripada menjaga tatanan moral dan sosial yang berdasarkan hukum Syariah.

Dari kasus-kasus di atas, jelas bahwa keterlibatan organisasi keagamaan dalam sektor bisnis ekonomi dapat menyebabkan pergeseran fokus dari peran utama mereka sebagai penjaga moral dan spiritual masyarakat. Hal ini sering dimanfaatkan oleh kekuatan kapitalis dan kartel ekonomi untuk melemahkan pengaruh keagamaan dan mempromosikan agenda ekonomi mereka.

Tinjauan Kebijakan Jokowi

Kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan izin tambang kepada organisasi keagamaan menimbulkan pro-kontra dan perlu analisis lebih lanjut. Pembangunan infrastruktur untuk ekonomi dan kesejahteraan menimbulkan hutang negara besar, sementara masalah seperti kemiskinan, pelemahan nilai rupiah, dan korupsi tetap berlanjut. Jelang akhir masa jabatannya, wacana inkonsisten dari Jokowi, seperti penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan, memunculkan pertanyaan akan visi kenegaraannya dan prinsip demokrasi. Lebih ironis, Jokowi terkesan membiarkan adanya keputusan MK dan MA yang kemudian terkesan memberi ruang bagi anak-anaknya dan keluarga masuk dalam lingkaran kekuasaan, sehingga dianggap melemahkan demokrasi dan konstitusi.

Tantangan Prabowo Subianto ke Depan

Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam transisi kekuasaan dari Jokowi. Sebagai Menteri Kabinet Jokowi yang akan dilantik menjadi Presiden RI, periode 2024 – 2029, ia harus menjaga konsistensi pada tujuan rakyat, menghindari pengulangan kegagalan masa lalu, dan memenuhi janji kampanye. Sejumlah masalah seperti stagnasi ekonomi, tingkat kemiskinan yang tinggi, dan lemahnya penegakan hukum harus diatasi dengan kepemimpinan yang tegas, bertanggung jawab, dan jujur, mengikuti jejak pemimpin Indonesia terdahulu seperti Soekarno, Hatta, dan HOS Cokroaminoto, serta bercermin dari kegagalan berbagai negara di dunia.

Kesimpulan

Kebijakan Jokowi memberikan izin tambang kepada NU memiliki rsiko signifikan yang perlu diwaspadai. Pemerintah harus menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan nilai-nilai keagamaan, serta memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap keputusan. Hal ini penting agar organisasi keagamaan tetap berfungsi sebagai benteng moral masyarakat dan negara tanpa terpengaruh oleh kepentingan ekonomi semata, khususnya agenda kapitalis yang berlebihan serta kartel ekonomi lainnya.

Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat 7 Juni 2024, 07:36 WIB.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *